Respect and Appreciate

Respect and Appreciate

Sunday, October 8, 2023




 MARI MENEPI

Sayang….

Jika harimu lelah.. menepilah...

bukan karena menyerah

tapi hidup selalu butuh jeda...

 

Jangan kau paksa untuk terus mengayuh

atau kau akan melewatkan bunga mekar ditepi sungai

dan rindang pohon dikaki bukit

 

Dari tepian ini

tak ada cadas yg membuatmu karam

hanya ada bunga yg terlihat lebih berwarna

dan kelopaknya selalu mekar

kau tak akan menikmatinya saat kayuhmu terlalu kencang

 

Sayang...

Dari tepian ini ada jendela

kau akan melihat tak ada manusia yang jahat

mereka hanya memiliki sudut pandang yg berbeda…

 

Dari tepian ini...

tak ada beban untuk menyenangkan semua orang

karena setiap orang punya definisi bahagianya sendiri

 

Sayang...

Hidup ini adalah hitung mundur

meskipun terlihat seperti merangsek maju

maka mengayuhlah sekuat kau mampu

dan menepilah disaat kau mau...

 

Aku menunggumu di tepian...(JRH)


28 Januari 2022

Friday, September 28, 2018

Fall Season in Ohio

Apa yang terbayang dikepala anda ketika mendengar ‘musim gugur’? Dalam bahasa kita sehari-hari ‘gugur’ bisa berarti jatuh, gagal, kalah atau mati dalam pertempuran… Wah… Pokoknya serba gak enak… Pada kenyatannya, musim gugur tidaklah ‘menyedihkan’ seperti namanya…
Bagi mereka yang hidup di negara empat musim, musim gugur adalah suatu siklus iklim yang berada diantara musim panas dan musim dingin.  Di Negara-negara yang berada di belahan utara bumi, Musim gugur berlangsung sejak bulan September hingga November, sementara Negara negara di belahan selatan bumi, musim gugur dimulai bulan Maret dan berakhir pada bulan Juni. Di musin ini, peredaran matahari sedikit menjauhi belahan bumi sehingga menyebabkan

penyinaran terhadapap tumbuhan menjadi singkat hal ini berdampak pada kemampuan daun memproduksi zat hijau daun berkurang. Yang terjadi kemudian adalah perombakan klorofil hampir secara serentak dan dedaunan menjadi kuning keemasan, memerah dan kecoklatan.
Musim yang sangat indah ini memiliki sebutan yang berbeda di beberapa Negara, sebagai contohnya masyarakat Amerika dan Kanada menyebutnya dengan ‘Fall’ sementara di masyarakat di negara Inggris dan koloninya lebih sering menggunakan istilah ‘Autumn’. Meskipun punya nama dan sebutan yang berbeda, musim gugur terasosiasi dengan beberapa aktivitas kehidupan masyarakat yang hidup dengan iklim tersebut, misalnya jika musim gugur tiba,  berarti awal tahun ajaran baru di sekolah setelah liburan musim panas (summer) dimulai. Musim gugur juga berarti transisi jenis pakaian yang digunakan oleh masyarakat yang digunakan selama musim panas yang biasanya simple dan terbuka, ke pakaian yang lebih tertutup dan hangat. Selain itu, aktivitas masyarakat yang lebih sering diluar rumahpun seperti garden party, barbeques , berjemur di bawah terik mentari mulai tak tampak lagi.
Saya dan keluarga berkesampatan menikmati indahnya musim gugur di negeri paman Sam, di Negara Bagian Ohio USA. Menyaksikan perubahan warna alam yang begitu memukau, saat daun daun menguning keemasan, dan semilir angin sejuk menerpanya kemudian jatuh ke bumi dengan perlahan. Suasana kompleks kampus Ohio University pada saat itu kembali ramai dengan berbagai aktivitas mahasiswa setelah libur panjang selama musim panas. Udara yang tadinya panas selama Summer berganti dengan udara sejuk dan berbagai festival musim gugurpun mulai diselenggarakan. Diantaranya yang paling terkenal adalah festival Halloween yang diadakan setiap bulan Oktober. 
Salah satu aktivitas yang cukup berkesan pada musim gugur
adalah bersama si kecil Ilma menantikan istri tercinta selesai kuliah atau selesai bekerja sembari menikmati sejuknya udara dan aroma daun yang jatuh dari pohon Maple di kampus Ohio University. 
Aktivitas lainnya yang sering kami lakukan bersama keluarga pada musim gugur adalah bersantai menghabiskan waktu di Emeriti Park, taman yang tak jauh dari apartemen tempat kami tinggal, menikmati sungai dan air mancurnya serta menyaksikan tupai-tupai memanjat pohon mencari bekal simpanan makanan menyambut musim dingin nanti tanpa sedikit pun terusik dengan kehadiran kami disana.
Di penghujung bulan November, terkadang sampai pertengahan Desember, Semakin banyak Pohon meluruhkan daunnya. Hembusan angin menjadi semakin dingin menusuk tulang. Ranting-ranting kering mulai nampak dimana-mana, menunggu datangnya butiran butiran salju sebagai penanda berkahirnya musim gugur dan musim dingin telah tiba...

Friday, December 16, 2016

Kampung Daun Pesona Bumi Parahyangan

Gerimis penghujung tahun menyambut kedatangan kami sore itu. Titik titik hujan menimpuk kaca mobil berbarengan dengan wiper yang tak henti hentinya membersihkannya kembali. Pak Leman, supir paruh baya yang kami kenal beberapa hari lalu di stasiun kereta Bandung, dengan gesit mengemudikan mobil di jalan yang berkelok-kelok dan sedikit berbukit. Alunan musik sunda dari mobil pak Leman mendayu  berdendang mengantar kami menuju KAMPUNG DAUN…

Ada sekitar setengah jam perjalanan dari Hotel Grand Serela Jln Setiabudhi tempat kami menginap, sebelum akhirnya kami disambut oleh Gapura besar bertuliskan Kampung Daun ‘Wilujeng Sumping” yang dalam bahasa sunda berarti “Selamat Datang”. Temaram cahayanya menerpa daun dan pepohonan  menambah indah suasana perkampungan. 
Kampung Daun merupakan salah satu destinasi wisata di bagian utara kota Bandung, dalam lingkungan Villa Trinity. Dari beberapa informasi yang kami dapat, dahulunya Kampung Daun adalah sebuah Lembah kecil yang
dilindungi dan juga dikelilingi oleh tebing-tebing batuan padat sebelum akhirnya di desain dengan kreativitas berseni tinggi dan disulap menjadi tempat wisata kuliner dengan atmosfer desa tradisional nan romantis. Sesuai namanya, Kampung Daun layaknya sebuah perkampungan sepi, jauh dari hingar bingar perkotaan. Yang ada hanyalah suara gemericik air
gunung dan gesekan daun yang dilalui tetes hujan. Gubuk-gubuk kecil berjejer rapi mengikuti kelokan jalan setapak lengkap dengan kentongan bergelayut disetiap sudutnya, sementara gubuk lain menempati bukit-bukit kecil disekitarnya. 
Sebagaimana umumnya hutan tropis, tumbuhan pakis mendominasi tanaman di lembah  hijau ini sementara bambu tumbuh tinggi menjulang disela-sela pepohonan lainnya. Tak Sabar, si kecil Ilma merogoh hp android dari tas kecilnya dan mulai menjepret setiap sudut yang kami lalui dengan perlahan. Jalan setapak yang terbuat dari batu alam tampak mengkilap licin oleh gerimis yang tak sedikitpun membuat surut semangat kami  menjelajah dan menikmati indahnya suasana senja di Kampung Daun. Senja merangkak menghampiri malam. Lampu lampu mulai dinyalakan.


Dan kamipun menuju gubuk kecil kami. Setelah kentongan dipukul beberapa kali, pelayan dengan pakaian tradisional sigap datang dan mulai mencatat semua pesanan.Sejenak melepas penat dan  kaki yang sedikit pegal, kami duduk lesehan mengitari meja. Laptop dan gadget menjadi teman disaat menunggu hingga menu pesanan akhirnya tiba… yummi… menu khas ala Kampung Daun dengan lahap kami santap. Seduhan teh poci hangat diiringi kerikan jangkrik melengkapi suasana santai kami malam itu. Benar benar suasana pedesaan yang sempurna…